Canda Ala Sufi
Judul: Canda Ala Sufi
Penulis: Nashruddin
Penerbit: Cahaya, 2005
Isi: 479 Halaman (11 MB)
Bahasa: Indonesia
Format: Ebook PDF hasil scan (teks tidak bisa dicopy)
Dalam dunia lawak, kelucuan sering diidentikkan dengan kepandiran. Apabila seseorang bertindak bodoh, konyol, dan berani melakukan hal-hal yang dianggap tabu, maka orang-orang akan mencapnya sebagai pelawak yang sesungguhnya. Apalagi, kalau dia juga mau mengenakan pakaian yang aneh, kedodoran, penuh warna, nyentrik, dan Iain-lain. Pendeknya, mengumpulkan segala sesuatu yang cenderung dibuat-buat.
Benar, antara dunia lelucon dengan dunia filsafat, misalnya, terdapat jurang dalam dan terjal yang tak mungkin dijembatani. Yang pertama terlalu naif, dangkal, sepele, dan tak bermakna, sementara yang kedua cenderung serius, mendalam, universal, dan penuh makna.
Demikian pula antara dunia lawak dengan dunia hikmah (kebijaksanaan para arif), misalnya. Yang pertama bersifat duniawi, profan, melalaikan, dan Iain-lain, sementara yang kedua bersifat ilahiah, sakral, mengingatkan pada kematian dan Iain-lain. Ya, antara dunia "tertawa" dengan dunia "serius" terdapat pertentangan tajam yang tak mungkin dirujukkan
Akan tetapi, Nashruddin (tokoh kita dalam buku lucu ini) mampu merujukkan dua hal yang tampak bertentangan tersebut. Dengan segala tingkah-polahnya, dia berhasil memadukan "dua dunia" yang mirip air dengan minyak itu. Dia adalah seorang filosof besar di masanya, juga seorang ulama dan ahli 'irfan (baca: sufi). Meski dituduh gila, dia mampu menjadi orang terdekat, penasihat, dan "penghibur" sang penakluk dari Mongol, Taimurlank. Berkat jasanya, beberapa perpustakaan dan ulama besar di masa itu berhasil diselamatkan dari amukan amarah dan penghancuran besar-besaran yang dilakukan.
Penulis: Nashruddin
Penerbit: Cahaya, 2005
Isi: 479 Halaman (11 MB)
Bahasa: Indonesia
Format: Ebook PDF hasil scan (teks tidak bisa dicopy)
Dalam dunia lawak, kelucuan sering diidentikkan dengan kepandiran. Apabila seseorang bertindak bodoh, konyol, dan berani melakukan hal-hal yang dianggap tabu, maka orang-orang akan mencapnya sebagai pelawak yang sesungguhnya. Apalagi, kalau dia juga mau mengenakan pakaian yang aneh, kedodoran, penuh warna, nyentrik, dan Iain-lain. Pendeknya, mengumpulkan segala sesuatu yang cenderung dibuat-buat.
Benar, antara dunia lelucon dengan dunia filsafat, misalnya, terdapat jurang dalam dan terjal yang tak mungkin dijembatani. Yang pertama terlalu naif, dangkal, sepele, dan tak bermakna, sementara yang kedua cenderung serius, mendalam, universal, dan penuh makna.
Demikian pula antara dunia lawak dengan dunia hikmah (kebijaksanaan para arif), misalnya. Yang pertama bersifat duniawi, profan, melalaikan, dan Iain-lain, sementara yang kedua bersifat ilahiah, sakral, mengingatkan pada kematian dan Iain-lain. Ya, antara dunia "tertawa" dengan dunia "serius" terdapat pertentangan tajam yang tak mungkin dirujukkan
Akan tetapi, Nashruddin (tokoh kita dalam buku lucu ini) mampu merujukkan dua hal yang tampak bertentangan tersebut. Dengan segala tingkah-polahnya, dia berhasil memadukan "dua dunia" yang mirip air dengan minyak itu. Dia adalah seorang filosof besar di masanya, juga seorang ulama dan ahli 'irfan (baca: sufi). Meski dituduh gila, dia mampu menjadi orang terdekat, penasihat, dan "penghibur" sang penakluk dari Mongol, Taimurlank. Berkat jasanya, beberapa perpustakaan dan ulama besar di masa itu berhasil diselamatkan dari amukan amarah dan penghancuran besar-besaran yang dilakukan.